Breaking News

Dalam Alquran, Nama Yerussalem 70 Kali Disebutkan

Masjid Qal'ah Yerussalem, Palesetina (Ilustrasi)

Yerusalem merupakan salah satu kota tertua di dunia. Permukiman pertama di sana diduga berasal dari masa empat ribu tahun sebelum Masehi. Dalam pandangan Islam, Yerusalem mendapatkan posisi yang istimewa. Nabi Ibrahim, Nabi Ishaq, Nabi Daud, Nabi Sulaiman, dan Nabi Isa, misalnya, pernah mendiami kota tersebut dan menyebarkan ajaran tauhid. 

Selain itu, kiblat pertama umat Islam, Masjid al-Aqsha, terletak di Yerusalem. Termasuk di dalamnya adalah Qubbat ash-Shakhrah (Dome of the Rock), yang diyakini sebagai tempat Nabi Muhammad SAW berpijak sebelum Allah memberangkatkannya ke Sidratul Muntaha. Alquran surat al-Isra ayat kesatu mengabadikan perjalanan Isra-Miraj Rasulullah SAW ini dengan secara eksplisit menyebutkan nama Masjid al-Aqsha (harfiah: masjid yang terjauh).

Abdallah el-Khatib dalam artikelnya, Jerusalem in the Quran (BritishJournal of Middle Eastern Studies, Mei 2001) menjelaskan bahwa di dalam Alquran nama Yerusalem 70 kali disebutkan, baik secara eksplisit maupun implisit. Semua itu tersebar dalam 21 surat. Di antaranya termasuk sebutan Tanah Suci (al-ardha al-muqoddasat), Tanah yang Diberkati, dan Kota yang Diberkati. Misalnya, pada surat al-Maidah ayat 21, surat al-Araf ayat 137, surat al-Anbiya ayat 71 dan ayat 81, serta surat Saba ayat 18.

Dalam perspektif Islam pula, sejarah Yerusalem dapat ditarik dari peristiwa keluarnya Bani Israil dari Mesir di bawah pimpinan Nabi Musa. Alquran surat al-Maidah, misalnya, mengisahkan bagaimana Bani Israil menolak perintah Allah untuk berjuang merebut Yerusalem. Bahkan, secara kurang ajar mereka berkata, sebagaimana diabadikan dalam surat al-Maidah ayat 24 yang artinya: Pergilah kamu (Nabi Musa) bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua, sesungguhnya kami hanya duduk menanti disini saja.

Akhirnya, Allah mentakdirkan Bani Israil tidak dapat memasuki Yerusalem sampai munculnya Nabi Yusya bin Nun. Di bawah komandonya, Bani Israel bangkit berjuang melawan bangsa Filistin untuk merebut Yerusalem, meskipun tidak sepenuhnya berhasil. Barulah sekitar seribu tahun sebelum Masehi, balatentara Bani Israil kembali angkat senjata. Kali ini, bangsa Filistin dipimpin Jalut, sedangkan Bani Israel dikomandoi Thalut.




Saat itu, Nabi Daud yang masih berusia muda tampil sebagai pahlawan karena berhasil menumbangkan Jalut. Setelah pemimpin Thalut meninggal dunia, Nabi Daud menjadi penggantinya. Dalam masa kepemimpinan Nabi Daud, Bani Israil mulai membangun Baitul Maqdis sebagai pusat peribadatan. Selanjutnya, putranya yang juga utusan Allah, Nabi Sulaiman, menyempurnakan pembangunan rumah suci itu. Baitul Maqdis ini merupakan cikal bakal Masjid al-Aqsha yang kita kenal sekarang.

Namun, kaum Yahudi memandang cukup berbeda bangunan yang dibina Nabi Sulaiman di Yerusalem itu. Mereka menamakannya Kuil Solomon. Dalam catatan sejarah, Kuil Solomon selesai dibangun pada 950 tahun sebelum Masehi (SM). Sepeninggalan Nabi Sulaiman, kerajaan Bani Israel ini pecah sehingga menjadi rentan terhadap serangan dari luar. Puncaknya, pada 587 SM Raja Babilonia Nebuchadnezzar menyerbu Yerusalem dan menghancurkan Kuil Solomon. Hampir seluruh Bani Israil digiring ke Babilonia untuk menjadi budak.

Nasib baik baru tiba pada 539 SM. Pendiri Kekaisaran Persia, Koresh yang Agung, mengalahkan Kerajaan Babilonia. Kaisar Persia itu membebaskan Bani Israil dari kehinaan dan bahkan mengizinkan mereka kembali ke Yerusalem. Bani Israil lantas membangun kembali Kuil Sulaiman di bawah pimpinan Sheshbazzara. Inilah yang sering disebut sebagai Kuil Kedua. Bangunan ini bertahan cukup lama yakni dalam periode 516 SM hingga tahun 70 M.

Kehancuran Kuil Kedua terjadi dilatari dengan peristiwa sosial-politik. Sejak 63 tahun SM, wilayah Yerusalem dikendalikan Imperium Roma. Pada tahun 66, kaum Yahudi memberontak terhadap penguasa Roma. Pemberontakan ini dijawab dengan serbuan Kaisar Titus empat tahun kemudian atas Yerusalem. Kuil Kedua pun dihancurkan untuk menunjukkan dominasi Roma. Sampai tahun 135, kaum Yahudi hidup dalam kesulitan karena Imperium Roma lebih mendukung paganisme dengan, umpamanya, mendirikan kuil berhala di Yerusalem.

Namun, ajaran Nabi Isa telah menyebar ke luar daerah Yerusalem sejak abad pertama Masehi. Para pengikut Nabi Isa kerap diburu penguasa Roma dan bahkan disiksa, umpamanya, dengan menjadikannya umpan singa di gelanggang Colosseum. Nasib baik menghampiri kaum Kristen pada abad ketiga. Kaisar Konstantin I mendeklarasikan dukungannya terhadap ajaran Kristen. 

Dengan demikian, status Yerusalem kembali dipulihkan sebagai kota yang dihormati penguasa. Salah satu warisan kaisar tersebut adalah Gereja Makam Suci (The Church of the Holy Sepulchre). Menurut kepercayaan Kristen, di sanalah lokasi Yesus disalib dan jasadnya sempat dimakamkan, untuk kemudian diyakini kosong karena Yesus bangkit kembali.

Sampai abad ketujuh, setidaknya ada tiga peristiwa besar yang berlangsung di Yerusalem. Pertama, serbuan tentara Persia (Sasanid) pada 614 yang berakibat pembantaian atas 60 ribu orang Kristen di Yerusalem. Lebih dari 30 ribu orang Kristen lainnya dibawa ke Persia untuk menjadi budak. Bangunan peribadatan Kristen di Yerusalem pun ikut diluluh-lantakkan. 

Kedua, Kaisar Romawi Timur Heraclius kembali menguasai Yerusalem pada 629. Kali ini, orang-orang Yahudi menjadi sasaran untuk dibunuh. Sementara itu, Heraclius juga memulihkan kembali hegemoni Dunia Kristen atas Yerusalem sepeninggalan kekuatan Persia di sana. Saat dua peristiwa besar itu berlangsung, Islam mulai mengukuhkan pengaruhnya di Semenanjung Arab, khususnya setelah Penaklukan Makkah terjadi pada 630.

Ketiga, pembebasan Yerusalem oleh umat Islam di bawah kepemimpinan Umar bin Khaththab. Di masa khalifah kedua itu, baik kekaisaran Persia maupun Romawi Timur sedang mengalami degradasi. Sementara, umat Islam sedang bersemangat menyebarkan ajaran Rasulullah SAW ke luar Arab, antara lain, dengan jalan penaklukan. Pada 20 Agustus 636, tentara Muslim menang melawan pasukan Romawi Timur di Perang Yarmuk. Pada Juli 637, kaum Muslim berhasil mengepung Yerusalem.


Situasi tersebut tidak bertahan selamanya. Memasuki abad ke-11, orang-orang Turki Seljuk menguasai Yerusalem dan melarang peziarah Kristen untuk memasukinya. Pada 1096, sekitar 100 ribu pasukan Salib datang ke Yerusalem untuk merebut kekuasaan. Bukan hanya kaum Muslim, bahkan sesama Kristen (Timur) pun menjadi korban kebiadabannya. Ketika petinggi Tentara Salib berhasil menguasai Yerusalem, kaum Yahudi dan kaum Muslim mengalami kesulitan untuk beribadah di sana. Keadaan relatif tenang untuk tiga umat agama ketika Sultan Shalahuddin al-Ayyubi dan Richard the Lion-Hearted menyepakati gencatan senjata pada 1192.

Sampai pertengahan abad ke-16, Yerusalem pada umumnya dikuasai sejumlah kesultanan Islam. Situasi pun dapat dikatakan berimbang. Bahkan, selanjutnya pada 1816 penguasa Muslim mengizinkan kaum Yahudi untuk masuk lebih leluasa ke Yerusalem. Dampaknya, populasi Yahudi kian meningkat pesat sejak saat itu. Pada akhir abad ke-19, pergerakan Zionisme yang digagas Theodore Herzl semakin pesat, sedangkan kesultanan Turki yang menguasai Yerusalem cenderung melemah. Puncaknya, dominasi penguasa Muslim atas Yerusalem runtuh pada 1917 atau 20 tahun setelah Kongres Zionis Sedunia yang pertama di Basel, Swiss. Turki menyerah terhadap Inggris Raya. Sementara itu, Dunia Arab terpecah-belah ke dalam banyak negara atas sokongan Barat.




REPUBLIKA

Tidak ada komentar